Umroh Dari Warung Padang Part 1
“Kalau sudah ada niat
umroh atau haji, jangan bilang ga ada uang. Jaga niat itu. Nanti Allah
yang ngatur uangnya datang dari mana.”
Nasehat itu keluar dari mulut seorang ibu
pemilik warung Padang di dekat kos-ku di penghujung tahun 2010 lalu.
Ibu itu sedang bercakap-cakap dengan pemuda berumur 30 tahunan yang
sedang curhat tentang keinginannya untuk umroh dan haji. Namun,
si pemuda yang sudah menikah dan punya 1 anak itu, punya kendala
finansial. Ia hanya karyawan biasa di pabrik dengan gaji kecil. Ia
sempat menyebutkan nominalnya. Karena posisi dudukku menghadap tv sambil
baca koran, dan percakapan antara ibu dan pemuda tadi ada di depanku,
maka tak sengaja mendengar isi percakapannya. Akhirnya si ibu
mengajarkan bagaimana tips mengelola cash flow keuangan
keluarga, tentunya dengan hitungan Padang yang konon terkenal
jeli-teliti. “Berapa gaji kamu?…pengeluaran buat apa aja…..ini bisa
dihemat…itu bisa disimpan…bla bla bla…,” bimbing si ibu warung Padang.
Sepulang dari
makan siang, aku seperti terhipnotis. Kalimat “Kalau sudah ada niat
berangkat umroh atau haji” selalu tertancap dalam top of mind-ku.
“Mengapa orang berpenghasilan kecil, tapi ia kepikiran untuk berangkat
umroh atau haji? Kenapa aku yang berpenghasilan lebih beruntung dari
dia, tak punya (hasrat) itu? Apa menariknya umroh atau haji di saat
muda?” tanyaku pada diri sendiri. Maklum, teman-temanku biasanya
kepikiran liburan ke Hongkong, Singapura, Thailand, dan negara-negara
lain yang terkenal modern dan indah.
Karena penasaran, aku chatting
dengan temanku di Arab Saudi, namanya Kuswantoro. Sahabatku saat di SMA
Insan Cendekia itu menerima beasiswa dari King Abdul Aziz
University-Jeddah, beberapa bulan sebelumnya. Ia gembira mendengar rasa
penasaranku berniat umroh. Ia mendukung sepenuhnya untuk
merealisasikannya. Walhasil, kesimpulan dari chatting itu, aku bertekad akan umroh backpacker. Selagi muda, selagi sempat, selagi bergelora, kenapa tak coba? Itu teknik menantang diri sendiri.
Aku segera mempersiapkan diri. Mulailah
belajar lagi tentang umroh dan haji. Mulai juga beli segala macam buku
umroh dan haji. Hunting buku online, ke pasar buku murah, hingga
meminjam buku teman, kujalani. Tak hanya itu, aku juga hadiri pameran
haji dan umroh di Jakarta Convention Center (JCC). Pameran yang sangat
ramai dihadiri masyarakat saat itu. Tujuan ke sana hanya satu, ingin
mengetahui berapa perkiraan biayanya. Jujur saja, saat itu, uang belum
cukup untuk berangkat umroh. Tabungan masih terbatas. Apalagi, aku juga
harus pintar kelola uang, persiapan diri untuk menikah.
Sembari belajar ilmu umroh dan haji, aku
jalani juga ibadah shalat malam dan shalat Dhuha. Aku percaya, pasti ada
keajaiban datang ketika kita meminta langsung kepada pemilik alam. Doa
yang paling sering dipinta adalah mohon dibukakan pintu rezeki agar bisa
segera berangkat umroh. Kadang hal ini berat aku jalani. Maklum, kerja
di tv bisa tanpa jeda. Tapi, di sinilah diuji kesungguhan kita. Misalnya
komitmen kuat untuk shalat Dhuha di tengah kesibukan kerja, adalah
sebuah tantangan luar biasa. Maka dari itu, biasanya sebelum berangkat
kerja, aku sholat Dhuha dulu biar ritme kerja tetap lancar.
Tak butuh waktu lama, doaku terjawab.
Sebenarnya tak disangka. Awal tahun 2011, ada sistem insentif baru di
tempat kerja. Sejumlah uang yang cukup dipakai buat umroh sudah tersedia
di rekeningku tanpa disangka-sangka. “Allah itu baik ya,” begitu ucapku
dalam hati. Awalnya memang aku ingin umroh backpacker. Akif Fadli,
pengusaha muda di Mekkah yang juga adik kelasku di SMA Insan Cendekia,
bahkan telah mengirimkan calling visa dari perusahaannya agar aku bisa umroh backpacker.
Aku bahkan sudah datang ke kedutaan Arab Saudi untuk mengurusnya.
Namun, karena hingga detik-detik akhir aku tak menemukan tiket pesawat
yang murah, akhirnya banting stir menggunakan jasa travel. Maka
dicarilah harga paket umroh termurah karena niatku adalah ibadah, bukan
menikmati fasilitas yang nyaman.
Ternyata, umroh itu luar biasa.
Pengalaman spiritual saat umroh bisa dirasakan tiap detiknya. Mulai dari
berangkat, saat ambil niat dari miqot, tawaf, sa’i, dan tahallul, semua
ada cerita menarik di baliknya. Allah akan mengabulkan apa yang kita
pikirkan saat itu, detik itu juga. Suatu ketika, aku terlepas dari
rombongan saat tawaf pertama kali. Kami baru datang dari Madinah dan
langsung umroh jam 10 malam. Kondisi badan masih belum fit betul setelah
menempuh perjalanan 6 jam. Aku juga masih terkagum-kagum melihat
Ka’bah. Ketika mendekat ke Ka’bah, aku melihat ada orang berantem,
teriak-teriak. Agaknya karena rebutan mencium hajar aswad. Aku terlena.
Lupa bahwa tawaf itu isinya berdoa, bukan memperhatikan orang lain.
Begitu noleh ke kanan, rombonganku sudah tak ada. Aku terlepas dari
rombongan dan sedikit panik bin cemas. Kunci kamar dibawa ketua
rombongan. Aku tak tahu nomor telpon jemaah lain, tak tahu di rak nomor
berapa tadi menaruh sandal, dan belum hapal rute menuju hotel. Alamak, bagaimana ini?
Di tengah kepanikan, aku berdo’a agar
diberikan kepercayaan diri untuk menjalani ritual selanjutnya sendiri.
Akhirnya kuberanikan diri bertanya pada petugas (askar) tentang dimana
tempat sa’i. Ia memberi petunjuk dalam bahasa Arab. Alhamdulillah cukup
mudah kupahami karena dulu sempat belajar bahasa Arab di Assalam-Solo.
Aku jalani sa’i sendiri. Di tengah sa’i, aku berdoa lagi pada Allah,
agar dipertemukan dengan rombonganku lagi. Doa yang dipanjatkan sudah
sangat sungguh-sungguh dari dalam lubuk hati paling dalam. Begitu
membuka mata, menoleh ke kiri, aku lihat, ternyata rombongan umrohku
sudah ada di sebelahku. Subhanallah. Detik itu juga, dalam kedipan mata
doaku dijawab Allah. “Allah itu baik ya,” mungkin kata itu yang paling
sering aku ucapkan di tanah suci. Cerita terlepas dari rombongan itu
hanya bagian kecil dari sekian banyak cerita seru lainnya.
Aku melakukan umroh kedua dengan
mengambil miqat lagi. Kali ini sendiri saja karena sudah mengatahui
medannya. Alhamdulillah semuanya lancar jaya. Aku bahkan bisa berdoa di
multazam, tempat paling mustajab untuk berdoa se-antero dunia. Dengan
tubuh yang kecil, aku bisa menyelip lebih cepat diantara badan orang
Arab dan Afrika yang tinggi besar. Tak lama, tiba-tiba saja multazam
sudah di depan mata, dan aku berdoa di sana. Banyak sekali yang aku
minta. Semoga Allah berkenan mengabulkannya dalam waktu yang tak terlalu
lama. Doa tentang karir, jodoh, rezeki, maut, keluarga, kesehatan, dan
semua hal, aku adukan kepada Rabb yang Maha Pemurah.
Pengalaman umroh perdana ini memang
sangat luar biasa. Aku bertemu mahasiswa asal Niger, diajak jalan,
diskusi, jalan ke pameran buku, ditraktir ngopi, makan di tempat enak.
Di sana juga aku nambah teman beberapa mahasiswa Indonesia. Akif,
temanku yang pengusaha, mentraktirku makan di restoran Indonesia.
Makanan Indonesia memang terkenal mahal di sana karena bumbunya maknyus.
Aku juga nginap semalam di apartemen Akif. Paginya, kami sarapan susu
unta. Lezat! Aku juga bertemu teman Arab yang bertitel hafidz (penghapal
Al-quran) yang memaksaku mampu menghapal surat Ar-Rahman dalam beberapa
jam saja.
Pernah juga bertemu dan diskusi dengan personel angkatan
udara Pakistan dan ketika berpisah, ia memelukku erat lalu memberikan no
telponnya, mengajakku mampir ke Pakistan suatu saat nanti dan ia
memberikan makanan khas Pakistan. Aku merasa diperlakukan seperti sudah
saudara kandung. Senang-senang-senang sekali. Memang, ada juga kisah
menegangkan, miris, kisah sedih, kisah mencekam. Cerita lengkapnya
mungkin lebih nikmat dibaca dalam bentuk buku. Semoga bisa terwujud,
jika nanti ada penerbit yang tertarik dengan kisah petualangan umrohku.
Tgl 21 November 2010 aku berniat umroh,
sepulang makan siang dari sebuah warung Padang. Aku masih simpan hasil
chat dengan temanku Kuswantoro. Tgl 30 Maret 2011 aku sudah bisa
berangkat umroh, dari sistem insentif baru RCTI yang datang tak terduga.
Allah memang punya caranya sendiri memanggil hamba-Nya, meski pada saat
makan di warung Padang. Sering saat i’tikaf di masjid Nabawi dan
Masjidil Haram, aku merenung, tercengang, “Kok bisa ya segampang ini
berangkat umroh? Baru beberapa bulan bertekad, lalu sudah dikabulkan,
Allah membukakan pintu rezeki, menghantarkanku hadir di rumah-Nya.”
Sejak saat itu, aku meyakini frase berikut ini. “Bermimpilah, Maka Tuhan Akan Memeluk Mimpi Mimpimu…”
Kejutan tak sampai di sana. Sepulang umroh, aku dapat bonus tahunan
dari kantor. Jumlahnya? Mengezuuuutkan! Alhamdulillah. Puji syukur pada
Allah.
Berminat coba pergi umroh atau haji? Modalnya mudah saja, kuatkan niat-tekad, keraskan usaha, dan tunggu keajaiban dari-Nya.
Follow me on twitter: @pukul5pagi, akan diinfokan jika ada tulisan terbaru yang dirilis di http://www.umarat.wordpress.com. Dapatkan hadiah mengejutkan bagi pemberi komentar yang beruntung di tiap tulisan yang dirilis di blog ini.
Jika Anda melihat manfaat dari
tulisan-tulisan di blog ini, sudi beritahu rekan sejawat, kolega, kakak,
adik, orangtua, handai tauland. Namun jika ada kritikan, sila sampaikan
ke saya ke: umarat.adlil@gmai.com
Sumber: http://umarat.wordpress.com/2011/09/07/umroh-dari-warung-padang/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar