Senin, 27 Mei 2013

"Ketika Hati-hati ini Sudah Bersatu diatas Cinta" | by @ridlwanjogja

Rabu, 22 Mei 2013





@ridlwanjogja
jurnalis




Apa sih yang menyebabkan seorang mau bekerja dengan tulus dan ikhlas? Salah satunya: ketenangan hati.

Di dunia kerja, kalau hati karyawan udah dipegang bos, tanpa harus diperintah pun akan kerja dengan happy dan riang.

Di dunia bisnis, kalau hati konsumen udah kepegang, nggak perlu iklan juga akan mborong produk kita.

Di sekolah, kalau hati murid udah mencintai guru betapa senang dan semangatnya mereka mengerjakan PR.

Kalau guru idaman hati belum datang, murid malah gelisah. Ada rasa kangen.

Di masyarakat, aktivis dakwah pun dinilai dari ketulusan hatinya. Ketulusan hati bisa mengalahkan Fulus.

Begitulah. Komando tubuh datang dari hati. Kita setiap hari berhubungan dengan hati-hati manusia yang bermacam2 karakternya.

Dalam mengajak kebaikan, Syekh Abbas As Sisi mengingatkan kita dalam bukunya At-Tariq Ilal Qulub, jalan menuju hati.

Ada tiga objek dakwah yang kita ajak dalam kebaikan. Ibarat memilih buah apel. Ada yg mentah, matang siap panen , dan apel busuk.

Hati yang hidup adalah hati yang sehat dan bersih, selamat dari berbagai syahwat yang menyalahi perintah dan larangan Allah.

Hati ini selamat dari penghambaan kepada selain Allah, selamat dari berhukum kepada selain hukum Allah.

Bersih dalam mencintai Allah dan mengikuti Rasulullah.

Wah ini prioritas dakwah. Ibarat buah apel siap panen, mereka siap diajak bergabung dalam kebaikan.

Yang kedua, hati yang sakit . Di antara tanda sakitnya adalah pemiliknya tidak merasa risih dg kebodohannya terhadap kebenaran.

Tanda yang lain, pemiliknya lalai dari nutrisi hati yang bermanfaat, misal : membaca Al Quran.

Hati yang seperti ini membutuhkan mau’izhah (pengarahan) hasanah (yang baik). Ibarat apel, mentah. Prioritas kedua.

Yang ketiga , hati yang mati. Hati yang tidak mengenal Tuhannya, tidak menyembah-Nya sesuai dg yg diridhai-Nya. Naudzubillahimindzalik.

Hati mati ini juga selalu menuruti keinginan nafsu dan kelezatan dunia. Hati mati ini menghamba kepada selain Allah.

Celakalah bagi mereka yang tidak memiliki hati, yaitu hati yang tidak bisa mengenal manakah kebaikan dan manakah keburukan.”

Yang lebih parah, orang yang hatinya mati tetapi ia tidak merasakan kematian hatinya. Ibarat, apel, ini sudah busuk dg ulat2.

Waktu kita terbatas. Ada begitu banyak hati yang hidup yang siap diajak berbuat kebaikan. Itulah pentingnya fiqh prioritas.

Melayani haters, pemfitnah dan para pembenci bukan tidak perlu namun khawatirnya apel-apel yang sudah siap panen justru kita lalaikan.

Saya ajak hati saya, mari fokus pada amal-amal kebaikan. Dalam hal-hal sederhana sehari-hari. #NTMS (Note to My Self).

Berjabat tangan, menebarkan salam, menghafal nama, memberi tempat duduk, senyum. Semuanya melembutkan hati.

Ketika hati-hati sudah bersatu, takliful qulub, maka jangan tanyakan lagi kekokohan bangunan ukhuwahnya. Jangankan cuma berita.

Dibunuhi satu-satu pun, tetap kokoh. Ini bukan gendam dan pelet bung. Ini kesatuan hati.

Dakwah diikat dengan kesatuan hati. Setiap langkahnya berdasarkan dengan landasan cinta.

Bertemu dengan landasan cinta (2:165); berjumpa dalam rangka taat (3:32); saling bersatu untuk dakwah (41:33).

Hasilnya, selalu diberikan cinta (5:54); diberikan bimbingan jalan-jalan keselamatan (5:16; 29:69); dipenuhi cahaya (2:257; 24:35-37).

Dilapangkan dadanya (6:125); dibangkitkan dengan makrifatullah (6:122; 42:52-53); dan diwafatkan dalam keadaan syahid (3:154).

Kukuhkanlah, ya Allah, ikatannya. Kekalkanlah cintanya. Tunjukilah jalan-jalannya.

Penuhilah hati-hati ini dengan nur cahayaMu yang tiada pernah pudar.

Lapangkanlah dada-dada kami dengan limpahan keimanan kepadaMu dan keindahan bertawakkal kepadaMu.

Nyalakanlah hati kami dengan berma’rifat padaMu. Matikanlah kami dalam syahid di jalanMu. 

Matikanlah kami dalam syahid di jalanMu.

Amiin. Selamat berkarya dan menyentuh hati, dengan cinta!
sumber: http://www.pkspiyungan.org/2013/05/ketika-hati-hati-ini-sudah-bersatu.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar